Abdul Chaer (PENGANTAR
SEMANTIK BAHASA INDONESIA)
MAKNA LEKSIKAL
Leksikal adalah bentuk
ajektif yang diturunkan dari bentuk nomina leksiikon(vokabuler, kosa kata ,perbendaharaan
kata). Satuan dari leksikon adalah leksem, yaitu satuan bentuk bahasa yang bermakna.
Kalau leksikon kita samakan dengan kosa kata atau perbendaharaan kata, maka
leksem dapat kita persamakan dengan kata. Makana leksikal dapat diartikan
sebagai makna yang bersifat leksikon, bersifat leksem, atau bersifat kata.karena
itu dapat pula dikatakan makna leksikal adalah makna yang sesuai dengan
referennya, makna yang sesuai dengan hasil observasi alat indra, atau makna
yang sungguh-sungguhnya nyata dalam kehidupan kita.umpama nya kata tikus makna
leksikalnya adalah sebagai binatang pengerat yang dapat menyebabkan timbulnya
penyakit tifus.
MAKNA GRAMATIKAL
Makna
gramatikal itu bermacam-macam. Setiap bahasa mempunyai sarana atau alat
gramatikal tertentu menyatakan makna-makna, atau nuansa-nuansa makna gramatikal
itu.untuk menyatakan makna ‘jamak’ bahsa indonesia menggunakan proses
reduplikasi seperti kata buku yang bermakna ‘sebuah buku’ menjadi buku-buku
yang bermakna ‘banyak buku’. Makna gramatikal acapkali juga dapat diketahui
tanpa mengenal makna leksikal unsur-unsurnya.misalnya klausa malalat
dilili-lili lolo-lolo, yang tidak kita ketahui makna leksikal unsur-unsurnya,
kita tahu bahwa kontruksi klausa itu memberikan makna gramatikal ; malalat
mengandung makna ‘tujuan’, pasien. Dilili-lili mengandung makna ‘pasif, dan
lolo-lolo mengandung makna ‘pelaku perbuatan.
Prof. DR. Manseor Pateda
(SEMANTIK LEKSIKAL)
MAKNA LEKSIKAL
Makna
leksikal adalah makna kata ketika itu berdiri sendiri, entah dalam bentuk
leksem atau bentuk berimbuhan yang maknanya kurang lebih tetap. Makna leksikal
ini mempunyai unsur-unsur bahasa lepas dari penggunaannya konteksnya
(Harimurti, 1982:103). Makna leksikal suatu kata terdapat dalam kata yang
berdiri sendiri. Dikatakan berdiri sendiri sebab makna sebuah kata dapat
berubah apabila kata tersebut telah berda dalam kalimat.
MAKNA KONTEKSTUAL
Makna
kontekstual muncul sebagai akibat hubungan antara ujaran dan konteks. Sudah
diketahui bahwa konteks itu berwujud dalam banyak hal. Konteks disini maksudnya
yakni konteks orangan, termasuk disini hal yang berkaitan dengan jenis kelamin,
kedududkn pembicaraan. Konteks situasi misalnya situasi aman, situasi ribut.
Konteks tujuan misalnya meninta, mengharapkan sesuatu. Konteks formal tidaknya
pembicaraan. Konteks suasana hati pembicara misalnya takut, gembira, jengkel.
Konteks waktu misalnya malam setelah magrib.konteks tempat apakah tempatnya
disekolah, di pasar, di depan,i depan bioskop.konteks objek maksudnya apa yang
menjadi fokus pembicaraan konteks alat kelemgkapan bicara. Konteks kebahasaan maksudnya
apakah memenuhi kaidah bahasa yang digunakan oleh kedua belah pihak.dan konteks
bahasa yakni bahasa yang digunakan.
MAKNA GRAMATIKAL
Makna
gramatikal adalah makna yang muncul sebagai akibat berfungsinya kata dalam
kalimat. Dalam BI kata dua. Kalau kata dua ditempatkan dalam kalimat, misalnya:
dua? Dua! Masih dua. Baru dua. Masih dua. Dua kali. Dua lagi. Dua-dua!
Kata, urutan kata kedua memperlihatkan makna yang berbeda-beda. Makna inilah
yang disebut makna gramatikal
.
Gorys Keraf (GAYA
BAHASA)
GAYA BAHASA RESMI
Gaya
Bahasa resmi adalah gaya dalam bentuknya yang lengkap, gaya yang dipergunakan
dalam kesempatan-kesempatan resmi, gaya yang dipergunakan oleh mereka yang
diharapkan mempergunakannya dengan baik dan terpelihara.
GAYA BAHASA TAK RESMI
Gaya
bahasa tak resmi juga merupakan gaya bahasa yang dipergunakan dalam bahasa
standar, khususnya dalam kesempatan-kesempatan yang tidak formal atau kurang
formal.
GAYA BAHASA PERCAKAPAN
Sejalan
dengan kata-kata percakapan, terdapat juga gaya bahasa percakapan. Dalam gaya
bahasa inin pilihan kata nya adalah kata-kata populer dan kata-kata percakapan.
.
Makna Leksikal
Makna adalah
arti; maksud pembicara atau penulis; pengertian yang diberikan kepada suatu
bentuk kebahasaan. (Depdiknas, 2008:864). Selanjutnya, Kridalaksana, (2008:148)
makna adalah maksud pembicaraan; pengaruh satuan bahasa dalam pemahaman
persepsi atau perilaku manusia atau kelompok manusia; hubungan, dalam arti
kesepadanan atau ketidaksepedanan antara bahasa dan alam di luar bahasa, atau
antara ujaran dan semua hal yang ditunjuknya; cara menggunakan lambang-lambang
bahasa. Dari kedua definisi diatas, dapat dikatakan bahwa makna adalah arti
dari sebuah bahasa, dengan mengetahui makna dapat pula kita mengetahui arti
dari bahasa yang kita gunakan.
Leksikal
adalah berkaitan dengan kata; berkaitan dengan leksem; berkaitan dengan
kosakata. (Depdiknas, 2008:805). Jika kita mengacu pada definisi tersebut, maka
kita akan menemukan istilaj baru yaitu leksem. Leksem adalah satuan leksikal
dasar yang abstrak yang mendasari pelbagai bentuk kata; satuan terkecil dalam
leksikon. Leksem menurut Chaer (2009:60) yaitu, “Satuan bentuk bahasa yang
bermakna” .Leksikon dapat pula kita sebut dengan perbendaharaan kata atau
kosakata. Jadi, leksem itu terdapat di
dalam leksikon.
Makna
leksikal adalah makna unsur-unsur bahasa
sebagai lambang benda, peristiwa, dll; makna leksikal ini dipunyai unsur-unsur
bahasa lepas dari penggunaannya atau konteksnya. (Kridalaksana, 2008:149).
Selanjutnya, makna leksikal menurut Chaer (2009) adalah makna yang sebenarnya
yang mengacu pada referen atau makna yang terdapat dalam kamus dasar. Contoh: ayah mengangkat
papan dan pengarang mengangkat kisah masa lampau. Kalimat
pertama mengandung makna leksikal atau makna yang sebenarnya, yaitu membawa ke
atas atau meninggikan sedangkan pada kalimat kedua, kata mengangkat tidak
mengandung makna leksikal karena makna yang timbul bukanlah makna yang
sebenarnya. Jadi, makna leksikal terleoas dari konteks yang sedang berlangsung.
Makna Gramatikal
Makna
Gramatikal menurut Chaer (2009:62) “Makna gramatikal ini adalah makna makna
yang hadir sebagai akibat adanya proses gramatika seperti proses afiksasi,
proses reduplikasi, dan proses komposisi.” Selanjutnya, Pateda (1986) makna
gramatikal adalah makna yang muncul sebagai akibat berfungsinya leksem di dalam
kalimat. Jadi, makna gramatikal dapat juga disebut makna yang timbul karena
beberapa proses bahasa.
Contoh dalam
proses afiksasi adalah penulis itu berangkat ke Malang dan adik
menulis cerita tentang kota Malang.
Kata penulis dan kata menulis berasal dari kata dasar yang sama, yaitu kata
tulis. Namun, akibat adanya proses afiksasi yaitu penambahan prefiks meN- dan
Pe- , sehingga beubah makna. Makna penulis adalah orang yang menulis sedangkan
kata menulis adalah kegiatan yang dilakukan. Dalam hal ini, makna yang timbul
adalah makna gramatikal. Selanjutnya, contoh dalam proses reduplikasi atau
perulangan yang dalam bahasa Indonesia menyatakan jamak adalah orang
itu mengejar maling dan orang-orang itu mengejar maling. Kata orang pada
kalimat pertama bermakna hanya satu orang sedangkan kalimat kedua bermakna
orang yang ramai. Kemudian contoh dalam proses komposisi adalah Pak Camat membagi-bagikan bunga Mawar kepada warga Suka Damai
dan pak amin mendapat bunga Bank yang banyak. Komposisi
bunga mawar tidak sama dengan komposisi
bunga bank. Bunga mawar merujuk kepada jenis bunga sedangkan bunga bank
merujuk kepada keuntungan atau bonus dari hasil menabung.
3. Makna Konseptual
Chaer
(2009:72) “Makna konseptual adalah makna yang sesuai dengan konsepnya, makna
yang sesuai dengan referennya, dan makna yang bebas dari asosiasi atau hubungan
apa pun. Jadi, sebenarnya makna konseptual ini dama dengan makna referensial,
makna leksikal, dan makna denotatif.” Contoh:
ibu memasak ikan. Kalimat tersebut memiliki makna konseptual yaitu ibu
sedang melakukan kegiatan memasak ikan.
4. Makna Kontekstual
Makna
kontekstual menurut kridalaksana (2008:149) adalah hubungan antara ujaran dan
situasi dimana ujaran itu dipakai. Selanjutnya, Faizah (2010:70) “makna
konseptual adalah makna sebuah leksem atau berada dalam suatu konteks.” Jadi,
makna kontekstual adalah makna yang dihasilkan dalam ujaran yang melihat
konteksnya. Contoh: Dinda dihujani pertanyaan dari penguji (dalam konteks
ujian). Makna kontekstual pada kalimat tersebut adalah pernyataan tersebut
diujarkan dalam suasana ujian.
5. Gaya Bahasa
Gaya bahasa
adalah bentuk retorik yaitu penggunaan kata-kata dalam berbicara dan menulis
untuk menyakinkan atau mempengaruhi penyimak dan pembaca (Tarigan, 1985:4).
Gaya bahasa
menurut Tarigan (1985) dapat dikelompokkan sebagai berikut:
A. Gaya Bahasa Perbandingan
1.
Perumpamaan adalah perbandingan dua hal yang pada hakekatnya berlainan dari
segala kita anggap sama. Perbandingan itu secara eksplisit dijelaskan dengan
pemakaian kata seperti, sebagai, ibarat,
umpama, baik, dan sejenisnya.
Contoh:
Bagai batu lumutan, wajahnya kotor, basah dan tua.
2.
Metafora adalah membuat perbandingan antara dua hal atau benda untuk
menciptakan suatu kesan mental yang hidup walaupun tidak dinyatakan sevara
eksplisit dengan penggunaan kata-kata seperti bak, sebagai, laksana, dan sejenisnya.
Contoh: Bumi
ini perempuan jalang.
3.
Personifikasi adalah cara pengungkapan dengan menjadikan benda mati atau tidak
bernyawa menjadi sebagai manusia.
Contoh: Laut
sering mengamuk setiap akhir tahun.
4.
Depersonifikasi adalah gaya bahasa yang membedakan manusia atau insan. Biasanya
gaya bahasa ini terdapat dalam pengandaian yang eksplisit memanfaatkan kata
kalau dan sejenisnya sebagai penjelas gagasan atau harapan.
Contoh:
Kalau engkau menjadi bunga, maka daku menjadi kumbangnya.
5.
Alegori adalah cerita yang menceritakan dalam lambang-lambang, merupakan
metafora yang diperluas dan berkesinambungan, tempat, atau wadah objek-objek
atau gagasan-gagasan diperlambangkan. Alegori sering mengandungsifat-sifat
moral atau spiritual manusia. Biasanya alegori merupakan cerita-cerita yang
panjang dan rumit dan makna atau tujuannya terselubung.
Contoh:
Cerita kancil dan buaya, kisah Malin Kundang.
6.
Antithesis adalah gaya bahasa yang menggunakan paduan kata yang berlawanan
arah.
Contoh: Dia
menari di atas lukaku.
7.
Pleonisme atau tauologi adalah pemakaian kata yang mubazir (berlebihan) yang
sebenarnya tidak perlu.
Contoh: Saya
mrnghimbau agar supaya masyarakat memilihi saya sebagai kepala desa.
8.
Perifrasi adalah gaya bahasa yang hamper mirip dengan pleonasme. Kedua-duanya
menggunakan kata-kata yang banyak dari yang dibutuhkan.
Contoh:
Siswa itu mengatakan segal cita-cita dan segala keinginannya.
9.
Antisipasi atau prolepis adalah mendahului tentang sesuatu yang masih akan
dikerjakan atau akan terjadi.
Contoh: Aku
sangat gembira karena kekasihku akan datang kemari bulan depan.
10.
Koreksi atau epanorfosis adalah gaya bahasa yang terwujud mula-mulai ingin
menegaskan sesuatu, tapi kemudian memeriksa dan memperbaiki mana-mana yang
salah.
Contoh:
Bibah orang Medan, tapi bukan Batak.
B. Gaya Bahasa Pertentangan
1.
Hiperbola adalah gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang berlebih-lebihan.
Contoh:
Cintaku seluas lautan.
2.
Litotes adalah majas yang di dalam pengungkapan menyatakan sesuatu yang positif
dengan bentuk yang negative atau bentuk yang bertentangan.litotes mengurangi
atau melemahkan kekuatan pernyataan yang sebenarnya.
Contoh:
Pakaiannya sama sekali tidak buruk.
3.
Ironi adalah majas yang menyatakan makna yang bertentangan dengan maksud
berolok-olok.
Contoh:
Wajar saja dia sakit karena selalu menjaga kebersihan.
4.
Oksimaron adalah majas yang mengandung penegakan atau pendirian sesuatu yang
berhubungan dengan sintaksis atara dua antonomi.
Contoh:
Akhirnya dia mendapat juara meskipun sangat banyak saingan yang
dihadapinya.
5.
Paranomanisia adalah majas yang berisikan pengajaran kata-kata yang sama
bunyinya tetapi berbeda maknanya.
Contoh: Bisa
Ular bisa menyebabkan kematian.
6.
Paralipsis adalah majas yang merupakan suatu permulaan yang digunakan sebagai
sarana untuk menerangkan bahwa seseorang tidak mungkin mengatakan apa yang
tersirat dalam kalimat itu.
Contoh:
Mudah-mudahan ia mengetahui isi hatiku dan bukan ku bermaksud untuk menyakiti
hantinya.
7.
Zeugma adalah majas gabungan gramatis dua kata yang mengandung cir-ciri
semantik yang bertentangan seperti abstrak dan konkrit.
Contoh: Anak
itu besar tapi memakai baju yang kecil.
8.
Inuedo adalah sejenis gaya bahasa yang berupa sindiran dengan mengecilkan
kenyataan yang sebenarnya. Gaya bahasa ini menyatakan kritik dengan sugesti
yang tidak langsung.
Contoh: Dia
sering tidak bisa menjawab pertanyaan dari guru karena jarang belajar di rumah.
9.
Antifrasis adalah berupa penggunaan kata dengan sebuah makna kebalikannya.
Contoh: Kelas kami didatangi Pangeran
Kampus. (orang yang paling jelek di kampus).
10.
Paradok adalah suatu pernyataan yang bagaimana diartikan selalu berakhir dengan
pertentangan.
Contoh: Aku kesepian
di tengah keramaian.
11.
Klimaks adalah semacam gaya bahasa yang mengandung urutan-urutan pikiran yang
setiap kali semakin meningkat kepentingannya dari gagasan-gagasan sebelumnya.
Contoh:
Beliau berpesan agar menjaga dan melestarikan kebudayaan ini.
C. Gaya Bahasa Pertautan
1.
Metonomia adalah majas yang memakai nama ciri atau hal yang ditautkan dengan
orang atau hal sebagai penggantinya.
Contoh: Luka
karena lidah lebih sakit dari luka karena pedang.
2.
Sinekdokek adalah majas yang menyebutkan nama bagian sebagai pengganti nama
keseluruhan atau sebaliknya.
Contoh:
Kemana saja pikiranmu?
3.
Alusi adalah gaya bahasa yang menunjukkan secara langsung ke dalam suatu
peristiwa atau tokoh berdasarkan pengapaan adanya pengetahuan bersama yang
dimiliki pengarang dan pembaca sastra adanya kemampuan pembaca untuk mengkap
pengacau itu.
Contoh: saya
ngeri membayangkan peristiwa Tsunami di Aceh.
4.
Eufamisme adalah ungkapan yang lebih halus sebagai ungkapan yang dirasakan
kasar yang dianggap merugikan, atau yang tidak merugikan.
Contoh: Dina
seorang Tunarungu.
5.
Eponim adalah semacam gaya bahasa yang mengandung nama seseorang yang begitu
sering berhubungan dengan sifat tertentu sehingga nama itu dipakai untuk
menyatakan sifat itu.
Contoh: Dewi
Sri benar-benar memberi rahmat pada sawah-sawah petani tahun ini.
6.
Epitet adalah gaya bahasa yang mengandung acuan yang menyatakan suatu sifat
atau ciri khas seseorang atau suatu hal.
Contoh:
Sinden panggung menyanyikan lagu Campur Sari.
7.
Inverse adalah majas yang merupakan pemutasi atau perubahan urutan
subjek-predikat.
Contoh:
Dinda belajar matematika - Belajar dinda selama ini menghasilkan nilai yang
baik.
8.
Paralelisme adalah gaya bahasa yang mencapai kesejajaran dalam pemakaian
kata-kata atau frase-frase yang menduduki fungsi yang sama dalam bentuk
gramatikal yang sama.
Contoh:
Bukan saja mahasiswa yang bergotong royong, tetapi dosen juga ikut bekerja.
9.
Ellipsis adalah gaya bahasa yang di dalam dilaksanankan penanggalan atau
penghilangan kata tau kata-kata yang memenuhi bentuk kalimat berdasarkan
tatabahasa.
Contoh: 1.
Ibu pergi ke Pasar. 2. Ibu ke Pasar.
10.
Gradisi adalah majas yang mengandung suatu rangkaian dan urutan (paling sedikit
tiga) kata atau istilah yang secara sintaksis bersamaan yang paling mempunyai
satu atau beberapa ciri semantik secara umum dan yang diantara paling sedikit
atau satu ciri berulang-ulang dengan perubahan yang bersifat kualitatif.
Contoh: Dia
memberiku bunga; bunga mawar yang sedang mekar: mekar dengan bau yang
harum:harum yang selalu merasuk ke hatiku.
D. Gaya Bahasa Perulangan
1.
Aliterasi adalah jenis majas yang memanfaatkan kata-kata yang permulaan sama
bunyinya.
Contoh: segala sepi segala sendu.
2.
Asonansi adalah jenis gaya bahasa repitisi yang berwujud perulangan vokal yang
sama.
Contoh: Masa tertawa masa kecewa.
3.
Atnaklaksis adalah majas perulangan kata yang sama dengan makna yang berbeda.
Contoh: Kaki
lintah darat digigit lintah di sawah.
4.
Kiasmus adalah majas yang berisikan perulangan dan sekaligus inversi penghubung
antara dua kata satu kalimat.
Contoh: Yang
buruk selalu dikatakan buruk, sedangkan yang buruk selalu dikatakan baik.
5.
Epizeukis adalah gaya bahasa perulangan kata sifat langsung yaitu kata-kata
yang ditekankan diulang berturut-turut.
Contoh: Kamu
harus belajar, belajar, dan belajar agar menjadi orang sukses.
6.
Tautotes adalah gaya bahasa perulangan atau repitisi atas berulang-ulang dalam
satu konstruksi.
Contoh:
Bunga adalah mawar, mawar adalah bunga, dan keduanya adalah bunga mawar.
Makna Leksikal adalah makna yang secara
inheren dimiliki oleh setiap bentuk dasar (morfem dasar atau akar). Umpamanya
makna leksikal akar kuda adalah sejenis binatang berkaki empat yang biasa
dikendarai.
Makna Gramatikal adalah mempunyai
hubungan erat dengan komponen makna yang dimiliki oleh bentuk dasar yang
terlibat dalam proses pembentukan kata.
Makna Kontekstual adalah
Daftar Rujukan
Chaer,
Abdul.2009. Pengantar Semantik Bahasa
Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. Departemen
Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar
Bahasa Indonesia Edisi Keempat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Faizah, Hasnah. 2010. Linguitik Umum.
Pekanbaru: Cendikia Insani
Kridalaksana, Harimurti. 2009. Kamus
Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Pateda, Masnur.1986. Semantik
Leksikal. Ende-Flores: Nusa Indah.
Tarigan, Henry Guntur, 1985.Pengajaran
Gaya Bahasa. Bandung: Angkasa.
Keraf,
Gorys. Tatabahasa Indonesia. Ende:
Nusa Indah, 1980.
Chaer,
Abdul. 1984. Kamus Idiom Bahasa Indonesia.
Ende Flores: Nusa Indah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar